"Sebaik-baik umat ini
adalah generasiku, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian orang
yang mengikuti mereka"
Saudariku, ketahuilah sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah
memilihkan Islam sebagai agamamu.
“Sesungguhnya agama (yang haq) di sisi Allah adalah Islam.” (QS. Ali Imron 19)
Dan Allah meridhoi Islam, menyempurnakan, dan melengkapinya untukmu agar engkau dapat meraih tujuan hidupmu yang utama yaitu beribadah kepada Allah.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmatKu dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3)
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah nikmat terbesar dari berbagai
nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan
untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain
dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad sholallohu
‘alaihi wa sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup
para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh
manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan
tidak ada yang haram selain apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang
benar kecuali agama yang disyari’atkannya.”
Engkau Bisa Meraih Nikmat Islam
Dan saudariku, ketahuilah… engkau belum bisa mendapatkan nikmat Islam dalam
hatimu sampai engkau memahaminya dengan benar. Pegangan utama seorang muslimah
dalam memahami Islam adalah mengikuti Al Quran dan hadits. Allah telah menjamin
akan menganugerahkan keistiqomahan kepada orang-orang yang mengikuti Al Quran,
sebagaimana disebutkan tentang perkataan jin dalam Al Quran.
“Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang
telah diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi
memimpin kepada jalan kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS. Ahqoof: 30)
Allah juga menjamin akan memberikan keistiqomahan kepada para pengikut
rasul sholallahu ‘alaihi wassalam yang disebutkan dalam firmanNya,
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy Syu’ara: 52)
Realita yang Engkau Hadapi
Pada realitanya, banyak sekali orang yang mengaku ber-ittiba’ (mengikuti)
dan memahami Al Quran dan hadits. Sebagaimana para filosof dan orang-orang sufi
mengatakan, “Kami adalah orang yang ber-ittiba’ terhadap Al Quran dan
hadits dan memahaminya.” Para pengikut filsafat memang mengikuti Al
Quran dan hadits, akan tetapi mereka menjadikan nash-nash Al-Qur’an dan hadits
tunduk pada tuntutan akal mereka. Dengan demikian mereka sebenarnya telah
meninggalkan Al Quran dan hadits dan menjadikan akal mereka sebagai Tuhan. Para
pengikut sufi juga mengambil Al Quran dan hadits, namun mereka menjadikan
nash-nash keduanya tunduk kepada perasaan mereka. Dengan demikian mereka pun
meninggalkan Al Quran dan hadits dan menjadikan perasaan mereka sebagai Tuhan.
Kedua pemahaman tersebut merupakan contoh bahwa perpecahan telah terjadi
pada umat Islam menjadi bergolong-golong. Mengapa umat Islam bisa berpecah
belah? Tidak lain hal ini disebabkan manusia bersandar pada dirinya dalam
memahami Al Quran dan hadits. Namun mereka tidak menyadari pemikiran manusia
berbeda-beda dan tidak seragam. Di samping itu, kemampuan manusia dalam
memahami Al Quran dan hadits sangat terbatas. Tidak ada satu akal pun yang
sempurna, demikian juga tidak ada seorang pun yang terlepas dari kesalahan.
Sehingga jadilah manusia berpecah-belah sesuai dengan pemikiran mereka
masing-masing.
Semua pemahaman dari golongan-golongan tersebut salah adanya selama meraka
masih berpegang pada hawa nafsu yang buruk dalam memahami Al Quran dan hadits,
kecuali orang-orang yang Allah berikan petunjuk. Allah mengancam penyelewengan
mereka terhadap Al Quran dan hadits dengan neraka.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlul
kitab terpecah menjadi 72 golongan dan umat ini akan terpecah menjadi 73
golongan. 72 golongan di dalam neraka dan 1 golongan berada di surga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimi, Ath Thabroni,
dll.)
Ash Shan’ani rahimahullah berkata, “Penyebutan
bilangan dalam hadits itu bukan untuk menjelaskan banyaknya orang yang celaka
dan merugi, akan tetapi untuk menjelaskan betapa luas jalan-jalan menuju
kesesatan serta betapa banyak cabang-cabangnya, sedangakan jalan menuju
kebenaran hanya satu.”
Dan orang-orang yang berpecah-belah karena memahami Al Quran dan hadits
dengan hawa nafsu mereka yang menyimpang adalah teman-teman setan yang
mengikuti jalan kesesatan.
Dari Ibnu Mas’ud berkata, “Pada suatu hari Rasulullah sholallohu ‘alaihi
wassalam membuat sebuah garis lurus dan bersabda: ‘Ini adalah jalan Allah.’
Kemudian beliau membuat garis-garis lain di kanan kirinya, dan bersabda: ‘Ini
jalan-jalan lain dan pada setiap jalan ini terdapat setan yang menyeru ke
jalan-jalan tersebut.’ Beliau lalu membaca (firman Allah ta’ala): ‘Dan
sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus. Oleh karena itu, ikutilah. Janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan lain yang akan memecah belah kamu dari jalanNya.'” (QS. Al An’am 153)
Lalu, Bagaimana Memahami Islam yang Benar ?
Setelah menilik realita yang ada, kita dapat mengetahui bahwa tidak semua
orang yang belajar Al Quran dan hadits mendapatkan nikmat Islam dalam hatinya.
Hal ini memang merupakan hal yang sangat disayangkan. Semua golongan-golongan
dalam Islam tidak akan pernah mendapat nikmat Islam karena tidak memahami Al
Quran dan hadits dengan benar. Lalu, bagaimana memahami Islam yang benar?
Wahai saudariku, renungkanlah apa yang engkau baca dengan lisanmu setiap
engkau sholat maka engkau akan mendapatan jawabannya. Sesungguhnya Allah
berfirman, “Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang
yang telah engkau beri nikmat atas mereka.”(Qs. Al Fatihah: 6-7)
Dari sini, engkau mendapatkan jawabannya, saudariku! Bahwa untuk mendapatkan
nikmat Islam adalah memahami Al Quran dan hadits dengan mengikuti orang-orang
yang telah terlebih dahulu mendapatkan nikmat Islam. Siapakah mereka?
Ibnul Qoyyyim berkata, “Siapa saja yang lebih mengetahui kebenaran
serta istiqomah mengikutinya maka ia lebih pantas untuk mendapatkan ash
shiraathal mustaqiim (jalan yang lurus).”
Syaikh Abdul Malik Ramadhani menjelaskan bahwa manusia yang paling utama
yang telah Allah beri nikmat ilmu dan amal adalah para shahabat
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, karena mereka mendapatkan
petunjuk langsung dari Rasul shollallahu ‘alaihi wasallam yang
mulia. Dengan demikian penafsiran dan pemahaman merekalah yang paling selamat.
Selain itu, mereka adalah generasi terbaik dari umat ini dalam memahami Al
Quran dan hadits serta mengamalkannya.
“Sebaik-baik umat ini adalah generasiku, kemudian orang-orang yang
mengikuti mereka, kemudian orang yang mengikuti mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi/ HR. Bukhori Muslim)
Yang dimaksud dengan generasiku adalah para shahabat beliau. Generasi orang
yang mengikuti para shahabat dalam memahami Al Quran dan hadits adalah tabi’in
dan yang mengikuti tabi’in adalah tabi’ut tabi’in.
Para shahabat merupakan kaum yang dipilihkan oleh Allah untuk menemani
nabiNya, dan menegakkan agamaNya.
Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Allah memandang kepada hati para
hambaNya. Dia mendapati Muhammad adalah yang paling baik hatinya. Lalu Allah
memilihnya untuk diriNya dan mengutusnya dengan risalahNya. Kemudian Allah
kembali memandang hati hamba-hambaNya yang lain. Dia mendapati para shahabat
adalah orang-orang yang paling baik hatinya setelah beliau shollallahu ‘alaihi
wasallam. Allah lalu jadikan mereka sebagai pembantu NabiNya dan mereka berperang
membela agamaNya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
Dan pemahaman para shahabat sering juga disebut manhaj salafus sholih
(pemahaman pendahulu yang sholih).
Wajibnya Berpegang Teguh pada Manhaj Salafus Sholih
Ketahuilah saudariku bahwa perpecahan umat menjadi bergolong-golong adalah
tercela dan dibenci. Allah ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
(yaitu) orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka.”(QS. Ar Ruum:
31-32)
Dan meskipun perpecahan tidak diridhoi oleh Allah, namun hanya sedikit
orang yang bisa selamat darinya. Dan tidaklah seseorang selamat dari bencana
ini kecuali orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah sholallahu
‘alaihi wa sallam.
Rasulullah bersabda yang artinya: “Orang-orang Yahudi terpecah menjadi
71 atau 72 golongan dan orang-orang Nashrani seperti itu juga. Adapun umat ini
terpecah menjadi 73 golongan.” didalam riwayat lain disebutkan: “Sesungguhnya Bani Israil terpecah
menjadi 72 golongan dan umatku terpecah menjadi 73 golongan semuanya di neraka
kecuali satu.” Para sahabat bertanya: “Siapa yang (selamat) itu wahai
Rasulullah?” beliau menjawab: “(Yang mengikuti aku dan para sahabatku).”
(HR.Tirmidzi dengan sanad yang hasan)
Allah hanya menginginkan kebaikan dari para hambaNya agar hambaNya kembali
kepada kampung halamannya, yaitu surga. Oleh karena itu, diwajibkan atas
seorang hamba untuk menyelamatkan diri dari perpecahan dan berpegang teguh pada
jalan Rasulullah dan para sahabatnya.
Rasulullah saw bersabda dalam hadits Irbadh bin Sariyah radhiyallahu
‘anhu yang artinya, “Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan
sunnah para khulafaur rosyidin, pegang eratlah sunnah tersebut dengan gigi
geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain)
Allah memuji orang-orang yang mengikuti jejak salaf dari kalangan Muhajirin
dan Anshor dan di dalamnya terdapat perintah akan wajibnya mengikuti mereka,
karena keridhoan Allah tidak mungkin bisa diraih melainkan hanya dengan
mengikuti mereka.
Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Hidayah untuk kembali kepada Allah dan meraih surga hanya bisa diperoleh
lewat jalannya para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Maka jika mereka beriman
kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqoroh: 137)
Allah mengancam orang yang durhaka kepada Rasulullah dan menyelisihi kaum
mukmin pada zamannya (yaitu shohabat) dengan neraka jahannam.
“Barangsiapa yang mendurhakai Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan kaum mukmin, Kami biarakan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam,
jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115)
Ya Allah… mudahkanlah kami menempuh jalan orang-orang yang telah engkau
beri nikmat atas mereka, yaitu orang-orang yang memeperoleh hidayah dan
istiqomah. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, yang hati mereka telah
rusak sehingga mereka menyimpang dari kebenaran meskipun telah mengetahuinya.
Bukan pula jalan orang-orang yang sesat yang tidak memiliki dan tidak mau
belajar ilmu agama, sehingga mereka terus-menerus dalam kesesatan dan tidak
mendapatkan petunjuk kepada kebenaran. Amiin…
Washollallahu ‘ala Nabiyyi Muhammad wa ‘ala alihi wa Shahbihi wa sallam
Rujukan:
Sittu Duror Landasan Membangun Jalan Selamat karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani
Membedah Akar Bid’ah karya Ali
Hasan Al Halabi Al Atsari
Artikel ‘Sudah Saatnya Meniti Manhaj Salaf’ yang merupakan
penjelasan Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilali dalam ceramah beliau dalam Majalah As
Sunnah edisi 01/Tahun XI/ 1428H/2007M
Artikel ‘Mengapa Harus Salafi?’ karya Abu ‘Abdirrahman bin
Toyyib As Salafi dari situs salafindo.com
***
Penyusun: Ummu ‘Abdirrahman
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Artikel www.muslimah.or.id
0 komentar:
Post a Comment