Pengusaha Kebut Sertifikasi
Tuna & Cakalang
JAKARTA --
Sertifikasi tuna dan cakalang tangkapan huhate dan pancing ulur akan dikebut
dalam 2 tahun ke depan untuk meningkatkan permintaan sekaligus mengerek harga.
Langkah itu sekaligus jalan
keluar di tengah penerapan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) yang tinggi
sejak akhir 2015, yang menekan margin usaha penangkapan ikan menggunakan huhate
(pole and line) dan pancing ulur (handline).
Ketua Umum Asosiasi Perikanan
Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) Yanti Djuari mengatakan anggota
asosiasi akan memenuhi ketentuan sertifikat Marine Stewardship Council (MSC)
yang mengadopsi aspek keberlanjutan sehingga meningkatkan kepercayaan pasar.
Proyek selama 2 tahun itu
didanai oleh Walton Family Foundation senilai US$1,1 juta. International Pole
& Line Foundation (IPNLF) akan menjadi fasilitator dan pengarah proyek sertifikasi
itu.
"Permasalahan di nelayan
pole and line ini kanbiaya operasi, termasuk kebutuhan solar. Soal harga,
marginnya juga sangat tipis. Makanya kami mencari alternatif bagaimana supaya
menaikkan harga. Salah satu caranya ya dengan sertifikasi," katanya,
Senin(13/11/2017).
Yanti meyakini sertifikasi itu
akan kian mengangkat permintaan terhadap produk tangkapan pole and line dan
handline sehingga harganya bisa 20% di atas harga pasar. Saat ini tanpa
sertifikat, nelayan pole and line dan handline masih menikmati harga premium
15% di atas harga pasar. Pasar tuna dan cakalang pole and line dan handline
selama ini adalah Eropa dan Jepang. Benua Biru sangat berminat terhadap tuna
kaleng, sedangkan Jepang untuk ikan kayu (katshuobushi).
Menurut dia, peningkatan harga
penting untuk memperlebar marjin setelah pemerintah menaikkan tarif PHP 2 tahun
lalu. Bahkan, lanjut dia, tarif kapal dengan alat penangkap ikan lebih ramah
lingkungan justru lebih mahal sehingga bertolak belakang denganprinsip
keberlanjutan.
Dia memberi gambaran, tarif
PHP pole and line Rp953.100 per gros ton alias dua kali lipat dari tarif PHP
purse seine pelagis kecil yang hanya Rp441.675 per GT. Demikian pula pada tarif
PHP handline yang mencapai Rp680.340 per GT atau hampir 1,5 kali lipat dari tarif
PHP tuna longline yang hanya Rp552.750 per GT.
"Seharusnya ketika kita
berbicara sustainability, itu selayak tarif pole and lineyang jauh lebih murah
dari purse seine pelagis kecil dan purse seine pelagis besar agar terjadi
pengalihan alat tangkap menjadi ramah lingkungan," ungkap Yanti.
AP2HI saat ini beranggotakan
26 perusahaan yang mencakup perusahaan penangkapan ikan dan pengolahan. Armada
penangkapan yang dioperasikan mencapai 1.173 kapal yang273 di antaranya kapal
pole and line, sedangkan selebihnya handline. Area penangkapannya meliputi
perairan Bitung, Flores, Maluku, dan Papua.
Asosiasi itu mencatat produksi
tuna dan cakalang anggota saat ini hanya 5.000 ton per tahun, merosot hampir
50% dari posisi saat alih muatan di tengah laut (transhipment) masih
diperbolehkan. Adapun menurut data pemerintah, hasil tangkapan pole and line
dan handline mencapai 139.000 ton per tahun.
Bisnis.com,
0 komentar:
Post a Comment